JAKARTA – Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono memuji usaha Presiden Joko Widodo dalam membela kepentingan industri kelapa sawit Indonesia ketika berbicara dalam pertemuan antara Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Asean) dan Uni Eropa di Manila, Filipina.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Uni Eropa untuk menghentikan diskriminasi terhadap kelapa sawit dan mencabut kebijakan yang tidak berpihak kepada komoditas ini, Selasa (14/11/2017) di Manila. (Foto: Kemenlu)
“Sudah tepat Presiden membela kepentingan nasional terhadap komoditas unggulan ekspor Indonesia ini,” kata Joko seperti dikutip dalam sebuah laporan yang diunggah di situs Gapki, Rabu (15/11/2017).
Ketika berbicara dalam perayaan 40 tahun Konferensi tingkat Tinggi Kerja Sama Asean-Uni Eropa di Manila, Selasa (14/11/2017), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Uni Eropa untuk menghentikan diskriminasi terhadap kelapa sawit dan mencabut kebijakan yang tidak berpihak kepada komoditas ini.
“Resolusi Parlemen Eropa dan juga beberapa negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi, ditambah lagi dengan berbagai kampanye, telah tidak saja menimbulkan kerugian bagi economi tetapi juga telah menghancurkan citra negara produsen,” ujar Jokowi seperti dikutip dalam siaran pers negara.
Jokowi mengatakan bahwa paling tidak 17 juta rakyat Indonesia bergantung kepada industri kelapa sawit, baik langsung maupun tidak langsung, dan lebih dari 40 persen lahan perkebunan kelapa sawit di negeri ini merupakan milik petani kecil.
Indonesia, menurut Presiden, juga menyadari pentingnya keberlanjutan dalam produksi kelapa sawit dan ini tercermin dalam standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi kewajiban bagi produsen sawit di Indonesia.
Joko Supriyono mengatakan bahwa pernyataan Jokowi itu menunjukkan bahwa ia benar benar memahami industri kelapa sawit Indonesia, yang menurutnya menyumbangkan lebih dari Rp 200 triliun dalam setahun kepada perekonomian Indonesia serta memainkan peran penting dalam memerangi kemiskinan dan mengembangkan daerah.
Pada April lalu, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi mengenai kelapa sawit dan deforestasi yang mengedepankan sejumlah himbauan untuk beraksi kepada Komisi Eropa yang merupakan badan pelaksana Uni Eropa, dan juga kepada beberapa negara anggota, termasuk untuk “bersumber dari 100 % sawit tersertifikasi keberlanjutan pada tahun 2020.”
Komisi Eropa mengatakan bahwa resolusi tersebut tidak mengikat dan bukan merupakan bagian dari proses legislatif Unit Eropa.