JAKARTA – Sebuah forum masyarakat sipil mempertanyakan sikap pemerintah yang menghentikan proses konsultasi publiknya dalam mempersiapkan peraturan presiden untuk penguatan sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

“Kami telah dua kali mengirimkan surat kepada kementerian koordinator ekonomi untuk menanyakan kepada mereka mengenai perkembangan terakhir dan apakah mereka dapat memberikan draf terakhir,” ujar Mardi Minangsari, dari Forum Masyarakat Sipil untuk Penguatan ISPO kepada the Palm Scribe, Senin (29/1/2018).
Kedua surat tersebut, yang terakhir dikirimkan bulan Desember lalu, sampai kini tidak dijawab.
Menurut Mardi, semenjak September 2017, pemerintah tiba tiba tidak lagi mengundang wakil masyarakat sipil serta pemangku kepentingan lainnya untuk menghadiri pembicaraan-pembicaraan mengenai rancangan peraturan presiden tersebut. Malahan, Minangsari mengatakan, pemerintah telah mengadakan serangkaian pertemuan tertutup dan tidak memberitahukan perkembangan yang terjadi.
“Adalah penting bagi pemerintah untuk tidak terlalu tergesa (membuat rancangan peraturan) dan untuk terus mencari masukan dari berbagai pemangku kepentingan,” kata Mardi.
Ia juga menunjuk kepada sebuah kertas posisi yang dikeluarkan oleh kelompok masyarakat sipil bagi industri kelapa sawit yang berkelanjutan di Indonesia pada bulan Maret 2017 yang mengatakan bahwa sertifikasi ISPO menghadapi tingkat penerimaan yang rendah oleh pasar dikarenakan kredibilitas dan akuntabilitas pelaksanaannya yang rendah, yang juga diperberat lagi oleh lemahnya penegakan hukum.
“Kami, sebagai perwakilan masyarakat sipil Indonesia yang peduli atas industri kelapa sawit yang berkelanjutan, sepenuhnya mendukung semangat pemerintah RI untuk merancang ulang sistem sertifikasi industri kelapa sawit di Indondesia. Namun, kami percaya bahwa semangat positif ini harus dilaksanakan melalui proses yang partisipatif, inklusif, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan,” demikian salah satu pernyataan dalam kertas posisi tersebut.
Mardi mengatakan bahwa apa yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen global dalam hubungannya dengan produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan, adalah bahwa proses tersebut memenuhi persyaratan RSPO (Rountable on Sustainable Palm Oil) dan karenanya bila ISPO ingin dapat diterima baik, ia harus dipersiapken dengan kehati-hatian dan tidak saja mencari masukan dari para pemangku kepentingan, tetapi juga mengkonsultasikannya kepada publik secara nasional.
Pemerintah, dalam hal ini kementerian koordintor bidang ekonomi, para Mei 2016 untuk pertama kali mencari masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk dari perwakilan masyarakat sipil dalam sektor kelapa sawit.
Pemerintah sempat menghentikan proses konsultasi tersebut di bulan Desember 2016. Setelah berbagai desakan dan himbuan, serta diterbitkannya kertas posisi oleh kelompok masyarakat sipil, kemenko kemudian melanjutkan kembali proses tersebut di bulan Maret 2017. Proses itu kemudian terhenti kembali pada bulan September tahun itu.
Proses ini telah melalui empat konsultasi publik regional — untuk wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papiua — dan hasilnya adalah rekomendasi mengenai prinsip, kriteria, dan siste sertifikasi ISPO yang seharusnya dicakup dalam rancangan peraturan pemerintah. Rancangan itu juga mencakup rencana untuk pengadaan konsultasi publik nasional.