Indonesia mencatat penurunan ekspor maupun produksi minyak kelapa sawit dan turunannya pada bulan November 2018, masing masing sebesar empat dan delapan persen dibanding bulan sebelumnya, demikian diumumkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam sebuah rilis pers yang diterima The Palm Scribe pada hari Selasa (8/1).
Ekspor CPO dan turunannya menurun empat persen menjadi 3,22 juta ton dari bulan sebelumnya karena kurangnya permintaan di beberapa pasaran utamanya, sementara produksi sepanjang bulan November 2018 diprediksi mencapai 4,16 juta ton atau menurun sebanyak delapan persen, rilis tersebut mengatakan. GAPKI mengatakan penurunan produksi ini i merupakan siklus normal, yang mengikuti lewatnya masa panen raya.
Dalam rilisnya, GAPKI menyebutkan persentase penurunan ekspor sawit tertinggi tercatat di Bangladesh sebesar 58 persen, diikutipasar Uni Eropa 21 persen, Tiongkok 20 persen dan Amerika Serikat 10 persen.
“Penurunan impor dari negara-negara ini karena masih tingginya stok minyak nabati mereka,” demikian rilis tersebut mengatakan.
Sementara itu, GAPKI juga mengatakan bahwa beberapa pasar ekspor justru mencatat kenaikan impor, seperti Pakistanyang meningkatkan impor minyak sawit Indonesianya sebesar 32 percent di bulan November menjadi sebanyak 326,410 ton. GAPKI memperkirakan peningkatan ini disebabkan oleh rendahnya harga sawit sekaligus faktor pengisian stok yang dilakukan negara itu.
“Pakistan memiliki penduduk yang banyak dan minyak sawit merupakan salah satu minyak utama yang digunakan dalam produk makanan, rumah tangga dan industri lainnya,” rilis tersebut mengatakan. Dalam rilis tersebut GAPKI juga menekankan pentingnya pemerintah untuk menjajaki percepatan proses pemberlakuan Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Pakistan serta menjajaki peningkatannya menjadi Free Trade Agreement (FTA) untuk memperbesar peluang menaikkan penjualan CPO ke negara itu lebih lanjut.
Peningkatan ekspor sawit juga dicatat untuk kawasan Timur Tengah sebesar 31 persen menjadi 157.810 ton. India juga mengikuti tren peningkatan impor meski hanya naik tipis tiga persen menjadi 711.310 ton.
GAPKI juga mengatakan bahwa harga CPO global terjerembab ke tingkat $473,6 per metrik ton, harga terendah semenjak bulan Juli 2006.
Rendahnya harga tersebut di sebabkan masih melimpahnya stok minyak nabati global seperti sawit, kedelai, biji bunga matahari dan rapeseed yang juga disertai dengan lemahnya permintaan pasar global.