Artikel ini pertama kali terbit di The Forest Scribe, yang juga termasuk kelompok laman The Scribe.
Kelompok lingkungan Yayasan Madani Berkelanjutan (Madani) mendapati bahwa hampir setengah dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia di tahun 2019 masih terjadi di lahan gambut dan karenanya ekosistem ini memerlukan perhatian lebih agar dapat memainkan peran penting dalam pencegahan karhutla tahun ini.
“Kami menemukan bahwa 44 persen kebakaran di 2019 terjadi di ekosistem gambut, setara dengan 700 ribu hektar lebih,” Fadli Ahmad Naufal, Spesialis Sistem Informasi Geografis Madani, mengatakan dalam presentasinya di diskusi online mengenai kebakaran hutan dan lahan yang diselenggarakan LSM ini Rabu (13/5)
Ia juga mengatakan bahwa studi data juga memperlihatkan bahwa provinsi-provinsi serta kabupaten-kabupaten yang mengalami kebakaran terluas di tahun 2019 semuanya merupakan daerah yang memiliki ekosistem gambut yang luas dan juga merupakan provinsi prioritas restorasi gambut.
Sumatera Selatan merupakan provinsi yang mengalami kebakaran terluas di tahun 2019 dengan 343.350 hektar sementara Kalimantan Tengah menyusul di tempat kedua dengan 318.460 hektar . Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah merupakan provinsi prioritas restorasi gambut, ujar Fadli.
Sementara Ogan Komering Ulu di Sumatera Selatan merupakan kabupaten dengan kebakaran terparah pada tahun yang sama dengan 194.300 hektar, disusul oleh Kabupaten Merauke di Papua dengan 107.450 hektar. Ogan Komering Ulu sudah menjadi daerah prioritas restorasi gambut semenjak 2016.
“Yang memprihatinkan dan juga harus jadi perhatian kita adalah bahwa mayoritas (kebakaran di lahan gambut), 54 persen, terjadi di ekosistem gambut dengan fungsi lindung,” tambah Fadli.
Dalam kebakaran di tahun 2019, yang dikatakan Fadli sebagai yang terbesar kedua setelah kebakaran tahun 2015, 60 persen dari kebakaran di lahan izin perkebunan sawit terjadi pada lahan gambut sedangkan persentasenya bagi kebakaran di hutan tanaman industri adalah hampir 49 persen.
“Terbukti, gambut masih menjadi area yang harus diperhatikan karena kenyataannya masih terbakar,” demikian Fadli.
Dalam sebuah rilisnya yang diterbitkan setelah diskusi, Madani mengatakan pentingnya peran ekosistem gambut dalam pencegahan kebakaran, “maka restorasi gambut mutlak menjadi salah satu strategi utama pemerintah dan pemegang izin dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2020.”
Sementara itu Medi Herlianto, Direktur Mitigasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan dalam diskusi yang sama adalah bahwa terkait kebakaran di lahan gambut, pencegahan adalah prioritas karena kebakaran di lahan gambut sangat sulit dipadamkan kecuali oleh hujan.
Medi mengatakan bahwa pencegahan sebenarnya dapat dilakukan dengan menjaga tingkat kebasahan lahan gambut melalui pengelolaan air yang baik dengan menggunakan kanal-kanal.
Hasil studi data yang dilakukan oleh Madani juga menunjukkan bahwa lebih dari satu juta hektar area terbakar di tahun 2019, atau sekitar 63 persen, adalah area yang baru terbakar di tahun itu.
Ketiga provinsi dengan luas lahan terbakar terluas, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah juga merupakan provinsi dengan luasan areal yang baru terbakar di tahun 2019 yang tertinggi. Di Kalimantan Tengah, area terbakar yang baru tahun 2019 mencapai 202.400 hektar, sementara di Sumatera Selatan 185.100 hektar dan di Kalimantan Barat 125.050 hektar.
Studi data dari direktorat jenderal perkebunan memperlihatkan bahwa ketiga provinsi tersebut merupakan provinsi dengan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit tinggi selama periode 2015-2018. Menurut Fadli, pertumbuhan perkebunan sawit di Kalimantan Barat mencapai 129,000 hektar lebih per tahun, sementara di Kalimantan Tengah 123.000 hektar lebih per tahun dan di Sumatera Selatan lebih dari 78.000 hektar per tahun.
“Artinya ada korelasi antara area yang baru terbakar di tiga provinsi tertinggi ini dengan laju penambahan luas perkebunan, terutama menurut statistika perkebunan,” ujar Fadli.
Madani juga menemukan 31,35 persen dari kebakaran di tahun 2019 terjadi di area yang termasuk dalam area moratorium, atau yang disebut dengan areal Peta Indikatif Penghentian Pemberian izin Baru (PIPPB) sedangkan 64,41 persen dari kebakaran di area moratorium itu terjadi di ekosistem gambut.
“Tidak sedikit area gambut berada di dalam area konsesi, tetapi Badan Restorasi Gambut (BRG) tidak memiliki wewenang disana. Yang harus dipastikan adalah bahwa BRG harus punya wewenang restorasi gambut di mana saja” ujar Medi. Menurut Fadil luas areal gambut yang berada dalam konsesi berada disekitar 1,7 juta hektar.
Dari studi data, Madani juga mengidentifikasi lima provinsi yang diprediksikan akan mengalami kebakaran hutan dan lahan terparah di tahun 2020. “Lima provinsi dengan prediksi rawan terbakar 2020 terluas adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.
Medi menyayangkan bahwa dengan adanya pandemi virus Corona, atau Covid-19 seperti sekarang ini, semua daya dan tenaga terfokus pada usaha-usaha menghadapi dan mengatasi pandemi ini sehingga “tidak ada daerah yang melakukan persiapan menghadapi karhutla,” di tahun ini. Ia juga menambahkan bahwa tanggung jawab terbesar dalam mencegah serta mengatasi karhutla terletak di pundak pemerintah di daerah, provinsi maupun kabupaten.
Ia mengatakan bahwa daerah misalnya sudah dapat melakukan pencegahan misalnya dengan membasahi lahan gambut dengan pengelolaan air yang baik agar tidak mudah terbakar. Pemerintah daerah juga dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat di daerah rawan kebakaran, termasuk dengan mendorong budidaya tanaman bernilai ekonomi yang dapat tumbuh baik di lahan gambut.