The Palm Scribe

Ekonomi Indonesia Terancam apabila Bertumpu Pada Satu Komoditas

Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Donatus Gede Sabon  memperingatkan bahwa ekonomi yang ditopang oleh hanya satu komoditas saja, dalam hal ini kelapa sawit, menghadapi berbagai bahaya dan rentan dipengaruhi oleh pasar dunia.

Ilustrasi

Sabon mengatakan bahwa pengembangan komoditas kelapa sawit di Indonesia beberapa dasawarsa ini telah menggeser peran beberapa komoditi perkebunan rakyat dalam struktur ekonomi nasional.

“Dominasi sawit yang begitu besar bukan tanpa resiko, terutama karena besarnya nilai investasi, kontribusi devisa dan serapan tenaga kerja,” Sabon mengatakan dalam paparannya pada Lokakarnya Menuju Perbaikan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit disini hari Senin (13/8).

Abednego Tarigan Ahli Utama Kantor Staff Presiden (KSP) sebelumnya mengatakan pada kesempatan yang sama bahwa telah terjadi peningkatan luar biasa Produk Domestik Bruto (PDB) dari sawit, dan kontribusi komoditi ini kini sudah melampaui kontribusi dari minyak dan gas bumi.

“Jadi sudah menjadi yang terbesar,” ujar Tarigan dengan menambahkan bahwa pertumbuhan PDB perkebunan, termasuk didukung oleh sawit, di dua tahun terakhir mencapai 5,7 persen dan 8,9 persen.

Berdasarkan data Badan pusat Statistik, produk kelapa sawit sebagai komoditas perkebunan pada 2016 lalu memberikan sumbangan terhadap PDB nasional s Rp 429 triliun dan pada tahun 2017 meningkat menjadi Rp 461.31 triliun. Sumbangan minyak dan gas bumi pada kedua tahun tersebut masih dibawah Rp 400 triliun.

Sabon mengatakan gejala penolakan terhadap minyak kelapa sawit dan produk turunnanya yang semakin meluas misalnya, bisa mengganggu ketahanan ekonomi secara nasional.

“Bila benar benar terjadi ban, ekonomi Indonesia bisa sangat bermasalah,” ujarnya mengacu kepada resistensi terhadap sawit di berbagai pasar utama komoditi ini dan kemungkinan pelarangan impor sawit oleh negara negara tersebut.

Apalagi menurutnya, serapan sawit domestik belum akan mampu mengimbangi turunnya permintaan pasar luar negeri, karena program biodiesel nasional masih belum sepenuhnya siap.

Sabon menyayangkan keberpihakan negara kepada sawit, melalui dukungan instrumen kebijakan, “membuat komoditi perkebunan lainnya seolah tersisih dari peta politik ekonomi nasional.”

Ia mengatakan bahwa perlu penguataan struktur ekonomi nasional untuk jangka panjangnya dan hal ini memerlukan alokasi politik ekonomi yang juga diarahkan kepada komoditas lainnya, yang juga memiliki potensi seperti kopi, kakao, kelapa, karet dan sebagainya.

“Pemerintah harus punya political will untuk melakukan pekerjaan ini,” tambah Sabon.

Ia menambahkan bahwa moratorium perizinan perkebunan sawit, juga akan merupakan momentum yang baik untuk membangun “kekuatan alternatif.”

“Kekuatan ekonomi kita memiliki kerentanan kalau ekonomi tergantung sawit saja,” serunya.

Share This