The Palm Scribe

Drone Berperan Penting Meningkatkan Keberlanjutan di Perkebunan Kelapa Sawit

Drones dipakai oleh Eagle High Plantations di perkebunan Kalimantan Tengah untuk melihat daerah Nilai Konservasi Tinggi / Foto: Eagle High Plantations

“Bagi mereka yang pernah mencoba berjalan melintasi area Nilai Konservasi Tinggi (HCV), akan memahami betapa sulitnya akses melalui daerah hutan tropis yang lebat berkanopi,” kata Denys Munang, direktur keberlanjutan dari Eagle High Plantations Tbk kepada The Palm Scribe, ketika ditanya mengapa perusahaannya memutuskan untuk bergabung dengan banyak perusahaan lain yang menggunakan drone di perkebunan kelapa sawit mereka, daerah luas yang biasanya terletak di daerah terpencil.

“Itu adalah contoh sederhana bagaimana drone membantu keberlanjutan dalam pemantauan wilayah NKT kami.” Denys mengatakan, sambil menambahkan bahwa drone memungkinkan perusahaan kelapa sawit untuk menilai area HCV melalui pengintaian udara, menentukan apakah ada perambahan, serta membantu menandai area manapun secara akurat sebagai referensi.

Eagle High Plantations memutuskan untuk menggunakan drone sejak 2015, sebagai alat bantu yang hemat biaya dan menyediakan akses data dari perspektif udara bagi manajemen, sehingga memungkinkan mereka untuk melihat area yang lebih besar dari lokasi tertentu, tergantung pada jenis drone yang digunakan.

“Ini menghemat waktu dan juga meningkatkan produktivitas tenaga kerja,” kata Denys.

Ada dua jenis drone yang sering digunakan di perkebunan kelapa sawit. Pertama adalah drone dengan sayap tetap yang digunakan pada fase awal untuk melakukan survei udara perkebunan karena memiliki waktu terbang yang lebih lama, sehingga mampu melayang di udara lebih lama. Drone kemudian mengambil foto untuk diproses lebih lanjut dengan perangkat lunak pemetaan.

Image: Insight Robotics

Peta survei udara digunakan untuk tujuan yang berbeda, tergantung pada tahap pengembangan. Pada tahap awal, biasanya digunakan untuk mendeteksi lokasi yang masih kosong dalam sebuah area penanaman baru, atau jika ada pohon yang mati dan pekerja yang ditugaskan ternyata melewati lokasi tersebut. Ketika buah sawit mulai matang, survei juga dapat mendeteksi penyakit atau pohon sawit yang mengalami kekurangan nutrisi.

Tipe kedua adalah drone hover, yang umumnya digunakan untuk pemantauan tempat yang mencakup area luas dan memberikan sudut pandang yang lebih luas melalui bidikan kamera yang dipasang, sehingga dapat dilihat  secara bersamaan dari kontrol di bawah.

Drone ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi dan mencegah kebakaran lahan dan hutan yang sering mengganggu perkebunan kelapa sawit, terutama selama musim kemarau.

“Ya, banyak perusahaan perkebunan telah menggunakan drone secara efektif untuk mendeteksi kebakaran. Deteksi kebakaran konvensional sebelum ada drone adalah kombinasi penggunaan menara pemantau kebakaran berpengawas dan patroli bermotor di lahan. Namun langkah-langkah deteksi kebakaran konvensional ini memiliki keterbatasan,” kata Denys.

Peraturan saat ini menyatakan keharusan adanya satu menara pengawas untuk setiap 500 hektar area dan menara api standar setinggi 15 meter. Sudut pandang pengawasan otomatis berkurang dengan cepat jika pohon-pohon sawit menjadi lebih tua dan jika menara tidak ditempatkan di atas area yang tinggi. Sebagai perbandingan, drone mampu terbang hingga ketinggian 100 hingga 200 meter dan memiliki radius terbang horizontal sejauh satu kilometer.

Menara api membutuhkan biaya pembangunan antara 100 hingga 150 juta Rupiah, sementara tergantung pada jenisnya, drone berharga antara 30 hingga 40 juta Rupiah, dan juga sangat praktis.

“Saya pribadi telah menggunakan drone selama musim kebakaran tahun 2019 dan itu sangat berguna untuk mendeteksi lokasi kebakaran yang mengamuk di luar perkebunan kami,” katanya sambil menambahkan bahwa tanpa menggunakan drone, perusahaan tidak akan mampu untuk menilai potensi ancaman kebakaran di luar wilayah konsesinya.

Data hot spot satelit memang dapat mengarahkan kita ke area hot spot, tetapi untuk menentukan apakah hot spot tersebut akan menjadi kebakaran memerlukan konfirmasi visual, dan akses selalu menjadi masalah ketika kita kebetulan sedang berada di daerah pedalaman.

“Drone memungkinkan kami melakukan survei api yang berkecamuk jauh di luar wilayah konsesi kami, untuk kemudian menentukan apakah kami perlu menyiapkan peralatan pemadaman jika kebakaran terjadi di daerah kami.”

Salah satu pemain yang menyediakan layanan untuk perkebunan kelapa sawit adalah perusahaan teknologi berbasis di Hong Kong bernama Insight Robotics. Telah melayani industri lingkungan dan perkebunan yang beroperasi di beberapa negara, mereka mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 2013, dengan pengembangan unit bisnis Aerial Survey.

Sejak awal 2017, Insight Robotics mulai menggeser fokus bisnis layanan survei udaranya menjadi lebih banyak keterlibatan dalam pemrosesan dan analisis gambar, termasuk verifikasi langsung laporan untuk perkebunan.

“Jika klien mempercayakan proses dari tahap awal perencanaan penerbangan dan pengambilan foto, kami memiliki tim ahli di bidang penginderaan jauh untuk kelapa sawit,” kata Diwantara Sebastian, manajer penjualan Insight Robotics Indonesia kepada The Palm Scribe dalam sebuah pernyataan tertulis.

Hingga saat ini, perusahaannya telah menangani enam proyek untuk empat perusahaan kelapa sawit yang termasuk dalam lima perusahaan minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia dan Malaysia.

“Untuk proyek-proyek ini, kami fokus pada pemrosesan data dari gambar yang kami peroleh dari citra satelit. Gambar yang diperoleh kemudian diproses menggunakan kecerdasan buatan yang telah kami kembangkan untuk mencapai akurasi hingga 95 persen, yang dapat ditingkatkan dengan kontrol kualitas dengan bantuan manusia,” kata Diwantara.

Menurutnya, sebagian besar perkebunan kelapa sawit masih fokus menggunakan drone untuk memetakan dan memantau kebakaran, dan tidak begitu banyak yang menggunakan untuk keperluan pemupukan, karena risiko kehilangan drone akibat membawa pupuk cair yang berat.

“Untuk pemupukan, saya belum bertemu dengan perusahaan perkebunan yang telah mengadopsi teknologi drone, karena risiko yang tinggi jika drone jatuh atau menghilang. Perusahaan sawit masih mempertimbangkan untuk menggunakan tenaga manusia, yang jauh lebih murah,” katanya.

Dengan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit, drone telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk membantu meningkatkan keberlanjutan dalam industri ini.

“Saya yakin kita masih baru menggores permukaan saja dari penggunaan aplikasi drone di perkebunan ini. Tentu ada banyak aplikasi lain yang dapat digunakan, terutama dengan adanya konvergensi teknologi,” kata Denys Munang dari Eagle High Plantations Tbk.

Share This