The Palm Scribe

Diplomat UE: Peluang Bagi Minyak Sawit Berkelanjutan Sebelum RED II Dimulai Tahun 2024

Rencana kebijakan energi terbarukan Uni Eropa untuk menghapuskan biofuel berbasis minyak kelapa sawit pada tahun 2024, termasuk dari Indonesia, masih dapat direvisi dan diubah, kata seorang diplomat Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei, pada Selasa (17/9).

Berbicara saat makan siang dengan Jakarta Foreign Correspondent Club (JFCC) di Jakarta, Charles-Michel Geurts, pejabat D’Affaires Ad Interim dari Delegasi UE untuk Indonesia dan Brunei, mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada larangan atau undang-undang di Uni Eropa untuk mengesampingkan minyak sawit, melainkan sebuah rancangan undang-undang yang akan menghapus insentif untuk minyak sawit yang digunakan sebagai biodiesel di Eropa antara tahun 2024 dan 2030.

“Belum ada yang efektif, sistem belum dimulai, dan baru akan dimulai dalam lima tahun,” kata Geurts.

“Jadi, baru akan dimulai pada 2024, atau lima tahun dari sekarang. Kami memiliki jendela peluang selama lima tahun ini untuk konsentrasi pada minyak kelapa sawit berkelanjutan,” tambahnya.

Secara lebih lanjut Geurts menjelaskan bahwa dalam rencana Petunjuk Energi Terbarukan (RED) Uni Eropa yang baru, minyak kelapa sawit dapat terus disubsidi oleh negara-negara anggota UE untuk mencapai target energi terbarukan mereka. Subsidi tersebut diperhitungkan sebagai energi terbarukan sampai 2020, ketika jumlah insentif yang diberikan pada biodiesel minyak kelapa sawit akan setara dengan jumlah yang diberikan pada tahun 2019. Dari 2024 hingga 2030 akan ada penghapusan secara bertahap subsidi bagi minyak sawit sebagai energi terbarukan.

Geurts menyatakan bahwa undang-undang itu sendiri sangat dinamis dan akan mengalami dua revisi.

“Kami akan merevisi semua data pada tahun 2021 berdasarkan dampak terbaru yang dicatat dari semua kebijakan keberlanjutan yang dilakukan Indonesia, Malaysia, dan produsen minyak sawit lainnya,” kata Geurts.

Geurts paham bahwa banyak orang Indonesia yang mengatakan data yang digunakan oleh UE dalam periode referensi 2008-2015 bisa dipertanyakan, sehingga revisi data nantinya akan memasukkan data terbaru tentang ekspansi minyak sawit yang terjadi di tempat yang ditinggalkan atau terdegradasi, atau telah menyebabkan deforestasi, atau masuk kategori perambahan lahan gambut.

“Kami akan melakukan revisi data utama pada 2021, yang mengarah pada revisi peraturan pada 2023 jika itu yang kami butuhkan untuk merevisi kriteria kami,” katanya, seraya menambahkan bahwa revisi tersebut akan dilakukan untuk semua komoditas, tidak hanya pada minyak sawit tetapi tanaman penghasil minyak lainnya seperti minyak kedelai.

“Satu pesan yang ingin saya sampaikan hari ini adalah, bahwa kami memiliki peluang besar untuk bekerja dengan produsen minyak kelapa sawit berkelanjutan,” katanya.

Share This