The Palm Scribe

Demi Bumi, Kelapa Sawit Jangan Ditinggalkan

Photo Credit: Agence France-Presse (AFP)Photo Credit: Agence France-Presse (AFP)

Melihat kenaikan permintaan dunia akan minyak nabati yang terus saja bertambah seiring dengan penambahan jumlah penduduk serta laju urbanisasi, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi tetapi dengan cara yang paling efisien, ekonomis dan berkelanjutan.

Pasaran minyak nabati dunia diperkirakan akan melampaui 275 juta ton di tahun 2024 menurut studi yang dilakukan oleh Global Industry Analyst Inc. Sementara itu, Statista.com, mengatakan bahwa di tahun 2018/2019 saja, dunia mengonsumsi 197,33 juta ton minyak nabati, hampir 70 juta ton diantaranya adalah minyak kelapa sawit. Hasil studi lainnya, yang dilaporkan dalam menafn.com, memperlihatkan bahwa permintaan akan protein dan lemak, termasuk dari minyak nabati, naik bersamaan dengan meningkatnya pendapatan dan/atau urbanisasi.

Sebuah fenomena yang semakin sering kita saksikan kini, terutama di negara-negara Barat, adalah tanaman penghasil minyak nabati yang paling efisien dan produktif ini dituduh sebagai biang deforestasi di negara negara dimana hutan tropis masih tersisa. Hal tersebut kemudian berujung kepada rangkaian boikot terhadap kelapa sawit dan produknya.

Para pegiat lingkungan, yang berada di garis depan para pengecam ini, membenarkan kampanye mereka terhadap kelapa sawit, termasuk himbauan mereka agar minyak kelapa sawit diboikot, dengan menyitir dampak yang menghancurkan bumi ini yang konon disebabkan oleh budidaya tanaman kelapa sawit.

Sikap demikian, sebenarnya tidak saja kurang berpikir panjang tetapi juga tidak memberikan solusi. Lantas, bagaimana mereka berencana menggantikan kelapa sawit, yang minyaknya menyumbang sekitar sepertiga dari pasokan minyak nabati dunia? Yang lebih penting untuk dipertanyakan adalah, bagaimana mereka berencana menggantikan minyak kelapa sawit dengan memastikan bahwa lingkungan tidak akan bertambah rusak dan deforestasi dapat dihentikan, atau paling tidak dikurangi?

Sebelum kita berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, marilah kita cermati kelapa sawit dan produknya secara jujur. Sebagai tanaman penghasil minyak, kelapa sawit, tidak tertandingi dalam hal produktivitas. Akan dibutuhkan lahan paling tidak delapan kali lebih luas untuk menghasilkan minyak yang diproduksi oleh satu hektar kelapa sawit bila mengandalkan kedelai, saingan penghasil minyak lainnya.

Begitu ia mulai berproduksi, tanaman kelapa sawit dapat dipanen sepanjang tahun selama sekitar 25 tahun.

Satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan rata-rata 3,7 ton minyak sawit dan 0,4O ton minyak inti sawit, jauh lebih banyak dari saingan minyak nabati lainnya. Produknya pun sangat versatile dan dapat diproses menjadi berbagai produk dengan titik didih maupun beku yang tinggi dan dengan banyak tingkat kekenyalan serta karakteristik. Hal-hal inilah yang membuat kelapa sawit dijadikan bahan mentah yang paling banyak dipakai dalam beragam produk seperti makanan dan minyak goreng, bahan bakar dan energi, kosmetik dan bahan kebersihan lainnya, pakan ternak dan masih banyak lagi. Karena produktivitas kelapa sawit yang tinggi ini, minyak kelapa sawit mampu dihasilkan dengan biaya sekitar 20 persen lebih murah dari kebanyakan minyak nabati lainnya.

Sebuah studi yang digunakan oleh Uni Eropa sebagai dasar keputusan mereka untuk secara bertahap menghilangkan biofuel berbahan dasar minyak kelapa sawit, sebenarnya malah memperlihatkan bahwa minyak kelapa sawit bukanlah penyebab deforestasi terbesar. Studi itu justru menunjuk kepada kedelai, yang dikatakannya bertanggung jawab atas 19 persen deforestasi yang terjadi di dunia. Jagung menduduki posisi kedua dengan 11 persen sementara kelapa sawit berada di posisi ketiga dengan delapan persen. Dalam urusan penggunaan lahan, perkebunan kelapa sawit hanya menggunakan sekitar delapan persen dari lahan pertanian di seluruh dunia.

The Conversation, sebuah media nirlaba yang menggunakan konten dari akademisi dan peneliti, mengatakan di bulan Juni 2017 bahwa perhitungan yang didasarkan atas data yang digunakan oleh Uni Eropa, memperlihatkan bahwa kelapa sawit hanya bertanggung jawab atas 2,34 persen dari deforestasi yang terjadi di dunia.

Sementara itu, memang banyak komoditas yang memicu terjadinya deforestasi, dimana perusak terbesarnya adalah peternakan sapi, seperti yang dikatakan oleh Union of Concerned Scientists dalam laman resmi mereka. Mereka juga mengatakan bahwa pemeliharaan sapi bukan saja penyebab deforestasi utama, di Amerika Latin, tetapi juga di dunia.

Menang benar bahwa deforestasi, terutama di lahan gambut yang disebabkan oleh pembukaan lahan bagi perkebunan baru, melepaskan jumlah karbon yang sangat besar ke atmosfir. Namun sebenarnya, sistim pencernaan sapi juga melepaskan banyak sekali gas methan dan nitrat oksida – keduanya polutan pemanasan global yang penting. Karena pakan ternak bagi sapi ini dibuat dengan komoditas seperti kelapa sawit dan kedelai, pemeliharaan sapi ini juga ikut mendorong deforestasi.

Salah satu fakta yang juga sering dilupakan adalah, bahwa bila dilakukan dengan baik dan secara berkelanjutan, budidaya kelapa sawit tidak saja akan dapat memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia yang murah untuk memberi makan populasi dunia tanpa meningkatkan deforestasi, namun juga dapat membantu mengangkat taraf hidup jutaan orang di negara produsennya. Harus diingat, bahwa sekitar 40 persen dari perkebunan kelapa sawit dunia dimiliki atau dikelola oleh petani skala kecil yang dikenal sebagi smallholder.

Mendorong tananam lainnya untuk menggantikan kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia, hanya akan memperburuk keadaan dan tidak menghentikan deforestasi, justru malah sebaliknya karena kebutuhan lahannya jauh lebih besar.

Jadi, lupakanlah usaha menggantikan minyak kelapa sawit. Yang perlu dilakukan adalah mendorong dan menerapkan budidaya kelapa sawit yang berkelanjutan, terutama dikalangan petani kecil yang tidak memiliki kewajiban bertanggung jawab kepada pemegang saham atau kepada masyarakat, seperti halnya perusahaan-perusahaan besar kelapa sawit.

Fokusnya seharusnya berada pada penjaminan keberlanjutan kelapa sawit di keseluruhan mata rantai pasoknya. Bukan suatu usaha yang mudah, tetapi juga tidak mustahil, terutama bila semua pemangku kepentingan: produsen, konsumen, pedagang, pembeli, penyandang dana dan banyak lagi lainnya, bekerja sama untuk mencapai tujuan ini.

Share This