
Petani kecil kelapa sawit dari Papua Nugini (PNG) semangat belajar dari sejawat mereka di Indonesia dan Malaysia, kedua negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, demikian Dewan Negara Produsen Minyak Kelapa Sawit (CPOPC) mengatakan.
Sebuah pertukaran pengalaman dan pengetahuan antara petani kecil dari ketiga negara tersebut terjadi dalam sebuah pertemuan daring yang diadakan oleh Sekretariat CPOPC dibawah Smallholders Outreach Programnya (SOP) pada hari Rabu (19/8), demikian sebuat pernyataan tertulis sekretariat CPOPC yang dikirimkan kepada The Palm Scribe Kamis, 20 Agustus 2020.
“Saat ini industri kelapa sawit membutuhkan dukungan manajemen yang lebih baik. Papua Nugini dapat banyak belajar dari negara-negara penghasil kelapa sawit, khususnya Indonesia dan Malaysia,” ujar Kepson Puspita, perwakilan dari petani kelapa sawit PNG.
Puspita mengungkapkan harapannya bahwa melalui CPOPC, ia dan para petani kecil sawit di negaranya, akan dapat memperoleh dukungan teknis maupun bantuan membangun perekonomian petani kecil disana serta mendukung kehidupan dan pendapatan mereka.
“Bagi kami, bergabung dengan CPOPC akan membawa dampak positif seperti bisa bergabung di berbagai kegiatan CPOPC selain juga menjadi bagian dari sebuah aliansi petani global,” ujar Kepson.
Adzmi Hassan, perwakilan petani kecil dari Malaysia mengungkapkan harapannya bahwa para petani kecil sawit dari berbagai negara produsen dapat bekerja sama dalam CPOPC untuk menentukan formulasi harga kelapa sawit.
Sementara itu, Djono Albar Burhan yang mewakili petani kecil sawit Indonesia menekankan dalam telekonferensi yang sama, pentingnya bagi negara negara produsen sawit untuk bekerja sama dalam CPOPC. Ia pun berbagi pengalaman dalam pengelolaan maupun organisasi kebun plasma kelapa sawit.
Tukar menukar pandangan, pengalaman dan pengetahuan itu juga menyinggung kendala-kendala yang dihadapi petani kecil di Papua Nugini seperti infrastruktur yang menyebabkan biaya transportasi yang tinggi, harga pupuk yang tidak terjangkau serta rendahnya literasi si kalangan petani kecil yang menyebabkan rendahnya pula daya tawar mereka.
Direktur Eksekutif CPOPC Dupito D. Simamora dalam pernyataan tertulis itu juga menyampaikan bahwa CPOPC akan terus membela seluruh kepentingan negara-negara penghasil kelapa sawit, seperti stabilisasi harga, mengatasi hambatan perdagangan dan menangkal kampanye negatif terhadap kelapa sawit.
Menurutnya, CPOPC juga akan menjadi wadah jejaring petani kecil untuk saling berbagi dan belajar.
Petani kecil, menurutnya, merupakan salah satu prioritas organisasi mengingat bahwa mereka merupakan bagian yang penting dalam mata rantai nilai dan juga karena pentingnya peran mereka baik pada tingkat nasional maupun global.
CPOPC kini beranggotakan Indonesia, Malaysia and Columbia dan organisasi ini terus berupaya memperluas keanggotaannya diantara negara-negara penghasil kelapa sawit.
Di Papua Nugini sendiri, terdapat sekitar 20.000 petani kecil sawit sementara rantai pasok melibatkan sekitar 500.000 orang, demikian pernyataan CPOPC memperlihatkan.
Dibawah SOP ini, terdapat beberapa tahap pelaksanaan. Untuk kawasan Asia Pasifik sudah terlebih dahulu diadakan pada 11 Agustus 2020 dan melibatkan 42 perwakilan dari berbagai asosiasi petani di Indonesia, Malaysia, India, Thailand and Papua Nugini. Pertemuan ini kemudian disusul dengan pertemuan antara petani kecil Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini tanggal 19 Agustus 2020.
Selanjutnya SOP untuk Amerika Tengah dan Amerika Latin direncanakan digelar pada September mendatang sedangkan untuk petani kecil di Afrika sedang dipersiapkan dengan target batas pelaksanaan juga pada bulan depan.