The Palm Scribe

Bela Sawit di Vatikan, Luhut Tekankan Pentingnya Sawit

Menteri Koordinator Kemaritiman Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, bela sawit di konferensi di Universitas Urbaniana, Vatikan, pada hari Selasa (15/5). Ia menekankan pentingnya industri kelapa sawit bagi Indonesia karena sudah menyangkut kehidupan lebih dari 15 juta masyarakat secara langsung.

Luhut juga menegaskan bahwa kelapa sawit sudah menjadi komoditi penting di seluruh. Komentarnya tersebut menyusul rencana Uni Eropa untuk menghapuskan minyak sawit dari program energi terbarukannya pada tahun 2020.

“Ada sekian juta orang yang akan kena dampak dari keputusan mereka, tidak hanya di Indonesia, namun Malaysia, Nigeria, Ghana, dan Amerika Latin juga akan kena,” ujarnya sambil menambahkan bahwa Indonesia perlu melakukan lobbying rutin dengan kencang namun tetap bersahabat kepada Uni Eropa.

Menurutnya, konferensi bertema “Eradicating Poverty Through Agriculture and Plantation Industry to Empower Peace and Humanity” merupakan pertama kalinya negara berkembang memiliki kesempatan untuk berkumpul menyuarakan pendapatnya terkait industri kelapa sawit.

Luhut sendiri sudah sempat berbicara kepada delegasi Uni Eropa saat mereka berkunjung ke Indonesia dan menegaskan posisi kuat Indonesia dalam industri kelapa sawit. “Kami tidak meminta-minta, karena negara kami lebih besar dari negara kamu. Kami akan menjadi negara dengan ekonomi keempat terbesar di dunia di tahun 2045 ke 2050 (We are not begging to you, our size is bigger than your country, we are going to be the 4th largest economic country by 2045 to 2050),” tandasnya.

Konferensi di Vatikan tersebut menunjukkan perlunya seluruh pemegang keputusan dalam industri kelapa sawit mengedepankan kerja sama pembangunan yang berkelanjutan serta berlandaskan Sustainable Development Goal (SDG) guna menghindari perlakuan diskriminatif kedepannya.

Sementara itu, Rosediana Suharto, salah satu pendiri Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan direktur dari Responsible Palm Oil Initiatives (RPOI) berpendapat Indonesia perlu bela sawit dengan bekerja lebih keras untuk menyeimbangi standar SDG.

“Kalau kita lihat hasil konferensinya, itu kan mengacu kepada pembangunan berbasis SDG, nah Indonesia masih sulit menjalankannya, masih banyak PR lain yang belum beres kok,” ujarnya saat dihubungi The Palm Scribe.

Rosediana juga menekankan pemerintah harus berani menggalakkan pengawasan di lapangan untuk memperbaiki pembangunan yang ada agar Indonesia dapat mencapai tujuan dari SDG tersebut.
Marselinus Andry, Ketua Departemen Komunikasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengakui peran pemerintah saat ini sangat membantu dalam menyuarakan keresahan petani terhadap kebijakan larangan impor sawit Eropa.

Namun ia juga meminta pemerintah untuk tetap aktif bela sawit dan memperhatikan petani lokal, sebab diplomasi sawit pada tingkat internasional tidak akan berpengaruh selama masih banyak kendala yang dihadapi oleh petani lokal terkait pembangunan industri sawit.

“Dana BPDPKS diharapkan mendukung lebih banyak di lapangan tentang praktik berkelanjutan. Sehingga ke depannya pemerintah bisa mempromosikan yang baik. Sekarang kan puluhan triliun ga ada hasilnya yang bisa dipromosikan,” ujarnya kepada The Palm Scribe sambil menambahkan bahwa masih banyak konflik yang terjadi antara petani dengan perusahaan.

Indonesia merupakan negara penghasil dan sekaligus konsumen terbesar minyak kelapa sawit dunia. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia kini sudah melebihi 12 juta hektar dan hampir separuhnya merupakan perkebunan milik atau dikelola oleh petani swadaya.

Share This