
Presiden Direktur Perusahaan produsen minyak sawit PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa, memperkirakan pertumbuhan produksi sebesar lima persen saja di tahun 2021 dikarenakan kebanyakan tanamannya sudah berproduksi penuh, tidak adanya ekspansi perkebunan serta terbatasnya pembelian buah dari luar perusahaan dikarenakan pandemi.
Berbicara pada pertemuan virtual dengan media berjudul “Talk to the CEO” pada tanggal 10 Februari 2021, Santosa mengatakan bahwa di masa dimana pandemi COVID-19 sedang berlangsung dan terbatasnya mobilitas yang menyertainya, perusahaan hanya dapat memperkirakan pertumbuhan produksi dari perkebunan inti sendiri dan sulit memperkirakan pertumbuhan pembelian dari luar perusahaan.
“Kebun inti sih, kita targetnya flat flat saja, karena Astra Agro ini sudah mature semua tanaman intinya ini, jadi tinggal tergantung cuaca,” ujar Santosa dengan menambahkan bahwa perusahaan sudah selama bertahun tahun menjalankan intensifikasi dan optimalisasi produktivitas perkebunannya.
“Harapan kita sih tahun ini ya, at least bisa naik at least lima persenlah, jadi plus minus lima persen dari tahun lalu, karena juga ada sekitar lima ribu hektar yang akan kita replanting untuk yang inti,” imbuhnya.
Ia mengatakan bahwa satu satunya cara perusahaan dapat meningkatkan produksi minyak sawitnya secara signifikan adalah dengan meningkatkan pembelian buah sawit dari luar perkebunan. Namun dengan adanya pandemi dan keterbatasan mobilitas yang menyertainya, ia mengatakan pembelian perusahaan dari luar perkebunan jatuh “cukup dalam” tahun lalu.
Pandemi juga mempengaruhi belanja modal (Capex) perusahaan tahun ini. “Untuk capex, dengan situasi pandemi kami tak muluk muluk,” ujarnya dengan menambahkan bahwa pengeluaran terbesarnya adalah untuk perawatan tanaman muda dan peremajaan tanaman.
Ia mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, perusahaan menggunakan dua skenario — skenario terburuk dan satu lagi untuk keadaan yang lebih baik.
“Jadi kami punya skenario buruk adalah satu triliun tetapi kalau seluruh aktivitas yang kita rencanakan bisa jalan, mungkin bisa sampai 1,5 triliun,” kata Santosa.
Ditambahkannya bahwa dengan asumsi satu triliun rupiah itu, sekitar 700 ratusan milyar akan dibelanjakan untuk perawatan tanaman yang belum menghasilkan serta untuk program peremajaan tanaman yang setiap tahunnya meliputi sekitar 5.000 sampai 6.000 hektar. Ia mengatakan tanaman muda yang belum berproduksi meliputi sekitar 22.000 hektar luasnya.
Sisanya, sekitar 300 dan 400 milyar rupiah akan digunakan untuk perawatan rutin seperti untuk jalan dan jembatan, perumahan karyawan, maupun perawatan pabrik dan peralatannya.
“Kita hanya perawatan rutin sekarang, karena kita membatasi kontraktor masuk ke dalam kebun,” untuk mengurangi kemungkinan perkebunan dan karyawannya terpapar COVID-19, ujarnya.
Menurut Santosa, dengan harga sekarang ini, perusahaan akan mampu menutup belanja modalnya dari keuangan internal perusahaan, apalagi kegiatan perusahaan tahun ini diperkirakan tidak akan “berat.”
Ia juga mengatakan bahwa meskipun ada keterbatasan mobilitas selama pandemi ini, operasional perusahan tidak banyak terganggu serta dapat berjalan seperti biasa.
“Kami bersyukur, jauh sebelum pandemi ini muncul, Astra Agro sudah menerapkan digitalisasi dalam menjalankan operasional perusahaan,” terang Santosa.
Ia menyebutkan beberapa aplikasi digital yang telah dikembangkan perusahaan sendiri serta diterapkan pada operasinya, yang mampu menyediakan data terkini mengenai indikator-indikator di pabrik, operasi lapangan maupun indikator harian lainnya. Data-data real time ini memungkinkan perusahaan untuk membuat analisa dan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan akurat, imbuhnya.